HINDARI FAST FOOD, IBU-IBU SULAP KETELA JADI MAKANAN GAUL DAN KEREN

1
min read
A- A+
read

Budaya makan makanan instan memang tidak dapat dimungkiri lagi. Berbagai produk olahan makanan maupun minuman sudah tersaji dalam sebuah kemasan yang praktis. Masyarakat, terutama anak-anak banyak yang menggemari olahan tersebut, tanpa menyadari bahayanya. Menjanjikan praktis dan cepat, produ-produk tersebut pun membanjiri pasar dan pertokoan.

Akan tetapi, makanan dan minuman cepat saji, atau popular dengan sebutan fast food ini tidak bisa dijamin kandungan gizinya. Apalagi dalam proses pertumbuhan, anak membutuhkan asupan nutrisi yang mengandung banyak gizi.

Warga dusun Jawusan Kidul ini pun meresahkan menjamurnya produk olahan cepat saji yang mengandung banyak pengawet. Dusun yang berada di desa Pogungkalangan, kabupaten Purworejo ini banyak dihuni oleh masyarakat berusia produktif dan juga anak-anak yang berusia sekitar 5 hingga 7 tahun. Kaum ibu-ibu di sana pun banyak yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga.

Keresahan warga sekitar itu tertangkap pengamatan mahasiswa UNY yang tengah diterjunkan di daerah yang merupakan bagian dari kecamatan Bayan tersebut untuk kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Ibu Soediono, salah satu warga di desa tersebut mengungkapkan, “Anak zaman sekarang ‘mah sukanya ciki-cikian, dikit-dikit jajan.” Ia menambahkan, anak sangat sulit untuk mau mengonsumsi sayuran dan umbi-umbian seperti singkong. 

Akhirnya, kelompok mahasiswa KKN 083 UNY juga merasakan keresahan yang sama terhadap fenomena tersebut, sehingga terdorong untuk menginiasi kegiatan Workshop Camilan Sehat. Pasalnya, jika ibu-ibu dapat mengolah sumber bahan pangan lokal menjadi lebih menarik, diharapkan dapat meningkatkan nafsu makan anak.

Memanfaatkan bahan baku setempat, seperti singkong dan sayuran, para ibu rumah tangga diajari untuk mengolahnya menjadi makanan yang lebih menarik. Dalam kegiatan yang dilangsungkan pada Minggu (28/07/2019) lalu, mereka diberikan informasi seputar olahan ‘gaul dan keren’ yang bisa dibuat dari hasil pertanian daerah sendiri. Para ibu pun mempraktekkan langsung cara mengolah bahan baku yang kerap dianggap ‘ndeso’ tersebut.

Kegiatan ini dilaksanakan di Posko KKN K083 dan diikuti oleh kurang lebih 30 orang peserta. Dibersamai Ibu Daryanti M.P. seorang dosen di Fakultas Pertanian Universitas Tunas Pembangunan Surakarta, peserta dijelaskan mengenai makanan yang mendukung tumbuh kembang anak yang memenuhi prinsip B2SA (Bergizi, Beragam, Seimbang dan Aman).

Pada sesi praktek, ibu-ibu diajak membuat camilan anak yang dikreasikan sedemikian rupa untuk menambah kandungan gizi yaitu nugget sayuran dan donat ubi ungu. Dengan bentuk menarik tentu akan meningkatkan nafsu makan anak.

“Saat ini terdapat banyak camilan atau jajanan anak yang mengandung bahan berbahaya karena itu wawasan dan ketrampilan ibu membuat camilan sehat dirumah menjadi hal yang penting”. Ungkap Ibu Daryanti (28/02). Menurut Daryanti, kreatifitas dalam mengolah camilan anak dari bahan pangan lokal dapat meningkatkan ketertarikan anak untuk mengonsumsi makanan tersebut, dan menghindari makanan instan.

Ibu Soedino pun mengaminkan hal itu, “Anak-anak ‘kan tidak suka singkong, padahal itu lebih bergizi, mungkin kalau bisa diolah menjadi donat seperti ini, anak-anak pasti akan lebih tertarik."

Di samping itu, workshop makanan sehat ini diharapkan dapat menjadi langkah awal yang memotivasi para ibu rumah tangga untuk menciptakan usaha ekonomi kreatif. Pasalnya, keterbatasan berkreatifitas dalam mengolah sumber bahan pangan lokal, seperti singkong tentu menjadi hambatan para ibu rumah tangga dalam menciptakan peluang usaha. (Febri Eka Pambudi/Sastra Indonesia)