Pengembangan Material Beton Dalam Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan

2
min read
A- A+
read

Prof. Slamet Widodo

Pengembangan material beton masih terus dikembangkan dalam pembangunan infrastruktur Indonesia. Prof. Dr. Ir. Slamet Widodo, S.T., M.T., ASEAN Eng., IPM Guru Besar dalam Bidang Ilmu Teknologi Beton pada Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta menyampaikan bahwa pembangunan infrastruktur berkelanjutan merupakan salah satu faktor kunci untuk mengatasi tantangan komunitas global saat ini.

“Percepatan pembangunan infrastruktur menjadi salah satu pilihan yang tepat dalam menggapai pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Indonesia. Kendatipun kuantitas dan kualitas infrastruktur di Indonesia telah mengalami peningkatan, namun daya saing infrastruktur masih perlu ditingkatkan,” ujarnya. Hal ini sesuai dengan komitmen Pemerintah Republik Indonesia untuk mengintregasikan kebijakan dalam rangka mengimplementasikan pembangunan berkelanjutan dalam proses perencanaan pembangunan nasional. Dalam menjalankan percepatan pembangunan infrastruktur tentu harus direncanakan secara detail agar setiap aspek teknis, fungsi, dan keberlanjutan (sustainability) dapat dipenuhi secara maksimal.

Penggunaan material beton sebagai bahan baku pembangunan masih besar dalam proyek pembangunan konstruksi di Indonesia. Berdasarkan data Asosiasi Semen Indonesia, menyatakan bahwa kapasitas produksi semen di Indonesia terus meningkat sehingga pada tahun 2022 telah mencapai 116,8 juta ton, dengan tingkat konsumsi domestik mencapai sekitar 54% atau setara dengan 63 juta ton. Beton dipilih sebagai material utama pembangunan karena kekuatan, keawetan, relatif murah, kemudahan produksi dan pengerjaan. Dibalik kelebihan yang ditawarkan material beton, tentu ada akibat yang ditinggalkan. Akibat yang ditinggalkan ialah jejak karbon dengan jumlah besar yang mencapai 8% dari emisi global. Hal ini merupakan akibat dari pembakaran semen dalam penggunaan bahan bakar fosil untuk memanaskan campuran batu kapur dan tanah liat dalam membentuk klinker.

Guru Besar dalam Bidang Ilmu Teknologi Beton pada Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta tersebut menyampaikan, bahwasanya terdapat dua pengembangan teknologi beton yang telah dilakukan. Pengembangan beton tersebut, yaitu: Fiber-reinforced Concrete dan Self-Compacting Concrete dengan Supplementary Cementitious materials.

Fiber-reinforced Concrete merupakan salah satu upaya mengurangi kebutuhan pembangunan infrastruktur dengan efisiensi konsumsi material. Slamet menyatakan bahwa untuk mengurangi beban mati sekaligus meningkatkan efisiensi dan mengurangi dimensi dalam perencanaan struktur bangunan gedung, lapis stay in place formwork dikembangkan dengan beton ringan yang diperkuat dengan penambahan serat. Penambahan serat yang dimaksud ialah serat campuran antara polypropylene (PPF) dan serat baja (SF) yang digunakan pada Hybrid Fiber-Reinforced Lightweight Concrete (HyFRLWC).

Dalam penelitiannya yang dilakukan membuktikan bahwa serat campuran yang ditambahkan lebih baik dalam menahan momen lentur, dibandingkan dengan beton ringan tanpa serat. Hal ini karena serat baja mendistribusikan retakan makro akibat gaya eksternal, dan serat polypropylene menunda inisiasi retakan mikro, meningkatkan kekuatan cabut (pull-out) dari serat baja dan menghindari kerusakan yang mendadak. Pengembangan material dengan penambahan serat untuk meningkatkan kuat lentur dan daktilitas ini mampu meningkatkan masa layan yang diberikan.

 Self-Compacting Concrete (SCC) adalah material beton modern yang mampu mengalir dan memadat dengan memanfaatkan beratnya sendiri. Salah satu guru besar yang mengajar pada Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan tersebut menyampaikan, “SCC mensyaratkan kemampuan mengalir yang cukup baik pada beton segar tanpa terjadi segregasi, sehingga viskositas beton juga harus diperhatikan untuk mencegah terjadinya segregasi” papar Slamet. Dalam meningkatkan ketahanan beton yang didukung untuk mengurangi kandungan semen selama produksi beton, maka perlu adanya penambahan fly ash sebagai SCM dan penambahan serat limbah botol polyethylene (PET) dalam produksi SCC. “Selain itu, serat PET cenderung menurunkan kuat tekan SCC. Penurunan kuat tekan SCC dengan fly ash sebagai SCM dengan penambahan serat PET lebih signifikan dibandingkan dengan penurunan SCC dengan serat PET tanpa fly ash,” tambahnya. 

Pengembangan material beton ramah lingkungn dengan teknologi fiber-reinforced concrete mampu menunjukan masa layan yang lebih panjang dari infrastruktur dan ketahanan beton yang lebih baik. Self-Compacting Concrete juga mampu menunjukkan peningkatan efisiensi konsumsi material dalam optimalisasi penggunaan supplementary cementitious materials dengan mengubah limbah yang dapat menjadi material beton. Dua pengembangan teknologi beton ini menunjukkan bahwasannya terdapat teknologi yang dapat meningkatkan efisiensi konsumsi material, energi, dan biaya dalam pembangunan nasional berkelanjutan. Pengembangan ini dapat menjadi jalan untuk menemukan teknologi lain yang lebih dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang berkelanjutan.

Penulis: Ayu Puspita N, Ahmad Najiullah S

Editor: Dedy

IKU
IKU 5. Hasil Kerja Dosen Digunakan oleh Masyarakat