MENGKRITISI LITERASI MEDIA DALAM PEMBERITAAN KEKERASAN SEKSUAL

1
min read
A- A+
read

Menyambut hari perempuan internasional pada Jum’at, 8 Maret 2019, BEM UNY bekerja sama dengan panitia International Woman’s Day Yogyakarta mengadakan diskusi “Framing Media dalam Pemberitaan Kasus Kekerasan Seksual” di Sekretariat BEM UNY, Jum’at (01/03).

Diskusi ini merupakan upaya mengkritisi literasi media dalam memberitakan kekerasan seksual di ruang jurnalistik. Pito Agustin menyampaikan bahwa publik dan masyarakat pembaca memiliki kontrol dalam pemberitaan media.

“Publik bisa melapor jika terjadi pemberitaan yang tidak sesuai dengan kode etik jurnalistik, termasuk pemberitaan kekerasan seksual,” ujar Pito, yang merupakan Direktur LBH Pers Yogyakarta.

Citra Maudy, jurnalis dari LPPM Balairung UGM menyampaikan bahwa pemberitaan mengenai kekerasan seksual merupakan isu yang sangat sensitif bagi publik. “Seperti kasus Agni yang terjadi di UGM. Kami tidak menyangka publik akan merespons demikian masif,” ujar Citra.

Lutviah Adurrazak, Media Officer dari LSM Rifka Annisa menyampaikan bahwa kasus kekerasan seksual yang terangkat di publik masih sangat kecil. Oleh sebab itu, kasus-kasus kekerasan seksual yang disiarkan di media massa seperti fenomena gunung es; yang terangkat di permukaan hanya sebagian kecil dari banyak kasus yang terjadi di lapangan.

“Sedikit sekali penyintas yang mau mengungkap kasus kekerasan seksual yang terjadi pada mereka,” ujar Lutviah. “Hal ini karena kasus tersebut sangat traumatis dan menyakitkan bagi penyintas, apalagi stigma masyarakat yang masih menganggap bahwa kekerasan seksual merupakan aib bagi korban,” tambahnya lagi.

Endar Tri Pambudi, Menteri Kajian Strategis BEM UNY menyampaikan bahwa budaya diskusi literasi media merupakan hal yang patut ditumbuhkan di kalangan mahasiswa. “Terlebih lagi kajian mengenai pemberitaan kekerasan seksual seperti ini,”  tutup Endar. (Muhammad Abdul Hadi/JK)