PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL

2
min read
A- A+
read
PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL

Setiap daerah memiliki cara yang berbeda untuk membentuk budi pekerti siswa menyesuaikan dengan kebudayaan yang berlaku dan berkembang di daerahnya masing- masing. Hal itu berarti bahwa setiap daerah memiliki kearifan lokal yang dapat dikembangkan berupa pengetahuan atau ide yang dipadu dengan norma adat, nilai budaya guna menciptakan keteraturan sosial. Untuk membentuk karakter siswa, pendidik  dapat  menggunakan kearifan lokal yang ada. Selain dapat melestarikan kearifan lokal yang ada, pendidik juga dapat menanamkan nilai-nilai karakter yang dipraktekan siswa melalui permainan tradisional yang nantinya nilai-nilai karakter tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari- hari. Mahasiswa Prodi Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum FIS UNY mengaplikasikan hal itu dalam permainan gobag sodor untuk meliterasi pendidikan karakter bagi siswa sekolah dasar. Elly Nur Rahmawati, Muhammad Abdul Aziz, Yohana Suryana dan Syifa Alkautsar menerapkannya di SDN Purwobinangun yang masih melestarikan permainan tradisional gobak sodor melalui kegiatan ekstra kurikuler sekolah.

Elly Nur Rahmawati mengatakan bahwa karakteristik siswa SD berada pada fase senang mempelajari hal-hal yang konkret tidak abstrak, apalagi untuk membentuk karakter tidak cukup sampai pada pemahaman secara kognitif mengenai pengertian karakter dan nilai-nilai karakter sehingga perlu adanya inovasi untuk mengembangkan pendidikan karakter. “Permainan salah satu alternatif yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran penanaman karakter” kata Elly “Melalui bermain siswa diharapkan mampu mengidentifikasi nilai-nilai karakter dalam permainan tersebut”. Muhammad Abdul Aziz menambahkan, permainan tradisional mengandung beberapa nilai tertentu yang dapat ditanamkan pada diri anak. Dipilih gobag sodor karena membutuhkan ketangkasan, kecepatan, kekuatan berlari dan strategi permainan, katanya.

Menurut Yohana Suryana, cara bermain gobak sodor yakni permaianan terdiri dari dua tim, yaitu tim penjaga dan pemain. Setiap orang di tim penjaga membuat pejagaan berlapis dengan cara berbaris ke belakang sambal merentangkan tangan agar tidak bisa dilalui oleh tim pemain/lawan. Satu orang tim penjaga bertugas di garis tengah yang bergerak tegak lurus dari penjaga lainnya. Jarak antara satu penjaga dengan penjaga yang lain kurang lebih sejauh 5 langkah, sedangkan jarak rentangan ke samping sejauh 4 kali rentangan tangan. Wilayah permainan dan garis jaga ditandai oleh kapur. Selama permainan berlangsung, salah satu kaki penjaga harus tetap digaris jaga, ia tidak bisa bergerak bebas untuk menghalangi pemain lawan melaluinya. Jika pemain lawan tersentuh oleh penjaga maka pemain pun gugur. Kemenangan akan diperoleh tim penjaga jika berhasil mengenai seluruh pemain lawan.

Syifa Alkautsar menjelaskan, nilai-nilai karakter dalam permainan gobag sodor tersebut adalah religius, kejujuran, kecerdasan, ketangguhan, kedemokratisan, kepedulian, nasionalisme, kepatuhan, kesadaran hak dan kewajiban, serta tanggungjawab. Nilai religius dalam permainan gobak sodor digambarkan dengan perilaku siswa sebelum permaianan mereka berdoa terlebih dahulu, tidak mengejek sesama dengan kata yang kasar, dan para siswa selalu melakukan permainan dengan selalu tersenyum dan bertegur sapa dengan kawan dan lawan. Nilai kejujuran dalam permainan gobak sodor disimpulkan dari tindakan jujur siswa selama permainan, siswa selalu bertindak sesuai dengan peran yang ia dapatkan. Nilai kecerdasan masuk dalam nilai karakter gobak sodor karena siswa dituntut untuk mengambil keputusan secara cepat saat dibutuhkan. Permainan gobak sodor menuntut siswa untuk tidak mudah menyerah dan membentuk siswa untuk mampu mengatasi hadangan dari lawan atau mencoba menahan lawan yang mencoba untuk melewatinya. Nilai kedemokratisan dianggap masuk karena siswa ketika bermain selalu menjunjung nilai toleransi, menerima masukan kawan setimnya, gobak sodor juga mengajarkan untuk menerima kekalahan dalam pertandingan yang jujur dan adil. Nilai kepedulian dianggap sebagai nilai gobak sodor karena selama dan setelah permainan siswa diharuskan untuk memelihara kebersihan, keindahan, dan kelestarian alam, dan siswa selalu membantu kawannya yang kesulitan. Nilai nasionalisme dianggap ada dalam permainan gobak sodor karena tercermin dari kecintaan siswa terhadap kearifan lokal yang dimiliki oleh Indonesia, siswa juga melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai dan budaya daerahnya serta dengan gobak sodor siswa diajarkan apa arti persatuan dari hal yang kecil. Nilai kepatuhan ada karena siswa harus patuh terhadap rule of the game dari gobak sodor. Nilai kesadaran hak dan kewajiban tercermin dari perilaku siswa yang ketika bermain gobak sodor harus sesuai dengan perannya, misalnya ketika menjadi tim bertahan siswa diharuskan untuk menjaga lawan agar tidak lolos dan begitu sebaliknya. Nilai tanggungjawab tercermin dari siswa yang ketika melanggar aturan permainan mereka bersedia dikenai sanksi. (Dedy)