SOSIALISASI EMPAT PILAR DI UNY

2
min read
A- A+
read

SOSIALISASI EMPAT PILAR DI UNY

UNY menyelenggarakan sosialisasi empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara bekerjasama dengan anggota MPR - DPD RI Hilmy Muhammad. Kegiatan berlangsung di Ruang Sugeng Mardiyono Gedung Pascasarjana UNY Jumat (22/11). Menurut Hilmy Muhammad penyampaian sosialisasi empat pilar pada lingkungan perguruan tinggi, dapat dinilai sebagai langkah yang paling tepat karena perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan merupakan lokus sekaligus institusi yang paling strategis dalam melakukan rekayasa sosial, dibandingkan pranata sosial lainnya. “Sektor pendidikan adalah medium yang menentukan suatu kondisi masyarakat baik pada masa sekarang maupun di masa yang akan datang” ungkap Hilmy. Dengan demikian, empat pilar tersebut dapat dijaga resonansinya baik di dalam lingkup akademik sehingga terwujud pergumulan wacana penguatan dasar kebangsaan. Juga diluar lingkungan akademik melalui kanal pengabdian masyarakat yang telah diamanahkan pada Tri Dharma perguruan tinggi. Dengan demikian, perlu upaya nyata untuk meneguhkan dan menegakkan kembali pilar kebangsaan sehingga dapat menyamakan persepsi kepada seluruh rakyat Indonesia mengenai Pokok-Pokok Haluan Negara. Pancasila yang tidak hanya dihafal, melainkan lebih dari itu, yaitu merupakan sistem nilai yang dapat dihayati dan dipraktikan serta disebarluaskan sebagai nilai kebangsaan. Harapannya, tercipta suatu tatanan masyarakat yang memiliki resonansi semangat yang sama, dan komitmen kebangsaan yang kuat.

Pembicara dalam sosialisasi ini adalah Rektor UNY Sutrisna Wibawa, Anggota MPR – DPD RI Hilmy Muhammad, Kepala Pusat Studi Pancasila UNY Samsuri dan Dosen UIN Ainul Yaqin. Sutrisna Wibawa menjelaskan bahwa dasar ontologis Pancasila adalah mencari titik temu dalam menghadirkan kemaslahatan bersama dalam suatu bangsa yang majemuk. “Sedangkan visi dan misi bernegara berdasarkan Pancasila adalah menjadi bangsa yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur” kata Rektor UNY tersebut. Lebih lanjut diungkapkan jika ingin Pancasila menjadi ideologi yang bekerja setidaknya harus ada 5 jalur yang dilalui yaitu jalur penguatan pemahaman Pancasila, jalur kerukunan kebangsaan, jalur pendekatan keadilan sosial, jalur pelembagaan Pancasila dalam pranata kenegaraan-kemasyarakatan serta jalur penyuburan keteladanan. Sutrisna Wibawa menekankan perlunya penerapan hidup berpancasila pada anak usia dini karena dengan implementasi kehidupan berpancasila sejak dini melalui pendidikan karakter dapat menumbuhkan kecintaan generasi muda pada Pancasila dan tanah airnya. Sekolah dan keluarga dapat mengaplikasikan pendidikan karakter yang membentuk karakter siswa sehingga akan terwujud karakter bangsa yaitu Pancasila.

Hilmy Muhammad memaparkan bahwa sosialisasi empat pilar yang terdiri dari Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD 1945 dan NKRI dimaksudkan untuk mengingatkan kembali kepada seluruh komponen bangsa agar pelaksanaan dan penyelenggaraan kehidupan berbangsa danbernegara terus dijalankan dengan tetap mengacu kepada tujuan negara yang dicita-citakan, serta bersatupadu mengisi pembangunan, agar bangsa ini dapat lebih maju dan sejahtera. Empat pilar dari konsepsi kenegaraan Indonesia tersebut merupakan prasyarat minimal, di samping pilar-pilar lain bagi bangsa ini untuk bisa berdiri kukuh dan meraih kemajuan berlandaskan karakter kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Setiap penyelenggara negara dan segenap warga negara Indonesia harus memiliki keyakinan bahwa itulah prinsip-prinsip moral keindonesiaan yang memandu tercapainya perikehidupan bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Sedangkan Samsuri menjelaskan bahwa potret Pancasila di jalur pendidikan adalah melakukan revolusi karakter bangsa dengan cara membangun pendidikan kewarganegaraan (sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti), penataan kembali kurikulum pendidikan nasional, mengevaluasi model penyeragaman dalam sistem pendidikan nasional, jaminan hidup yang memadai bagi para guru khususnya di daerah terpencil serta memperbesar akses warga miskin untuk mendapatkan pendidikan. “Sedangkan tantangan ber-Pancasila di jalur pendidikan adalah radikalisasi versus moderasi, toleransi versus eksklusivisme, profesionalisme versus gotong royong, monopoli interpretasi serta politik pendidikan dan cetak biru pendidikan nasional” tutup Samsuri. (Dedy)