TEPO SELIRO SEBAGAI KEARIFAN LOKAL DALAM BERTOLERANSI

1
min read
A- A+
read

Pada zaman globalisasi interaksi dan toleransi masyarakat mulai dirasakan terkikis. Kearifan lokal yang merupakan tata cara dalam berinteraksi, yang dapat menjadi pedoman untuk masyarakat dalam mewujudkan sikap masyarakat agar sesuai nilai mulai dipertanyakan keberadaannya. Tepo seliro merupakan salah satu kearifan lokal di Yogyakarta yang menjadi pedoman dalam sikap toleransi. Namun sepertinya, saat ini sebagian besar masyarakat Yogyakarta tidak mengenal atau tidak mengimplementasikan kearifan lokal tepo seliro dalam berinteraksi maupun dalam kehidupan sehari-hari di era globalisasi. Oleh karena itu, sekelompok mahasiswa prodi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial UNY tertarik untuk meneliti bagaimana eksistensi kearifan lokal tepo seliro sebagai perilaku toleransi pada masyarakat Yogyakarta di era globalisasi sekarang. Mereka adalah Azwan, Arista Damayanti dan Dian Fadillah.

Menurut Azwan, dalam bahasa Indonesia, tepo seliro diartikan sebagai  “tenggang rasa”. Namun, tenggang rasa dalam masyarakat Jawa ini lebih halus dan memuat nilai-nilai keluhuran lain. Menjunjung tinggi rasa tenggang rasa bukan saja menjadi hal penting dalam mewujudkan harmoni kehidupan, namun juga menjadikan setiap diri mencapai martabat yang baik di hadapan manusia dan Tuhannya. “Kota Yogyakarta yang pernah mendapat predikat city of tolerance merasakan penurunan sikap tepo seliro ini” kata Azwan “Untuk itu kami membuat penelitian ini untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan tepo seliro pada masyarakarat Yogyakarta”. Arista Damayanti menambahkan bahwa penelitian ini dilaksanakan di kota Yogyakarta dengan mewawancarai sejumlah narasumber diantaranya masyarakat, abdi dalem, dosen dan mahasiswa.

Dian Fadillah mengatakan keberadaan tepo seliro sampai saat ini masih ada, sebagai budaya asli suku Jawa namun tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan budaya tepo seliro sudah mulai terjadi pergesaran. “Hal tersebut disebabkan arus perubahan zaman yang terjadi” katanya. Tepo seliro sebagai bentuk budaya asli Indonesia dan khususnya suku Jawa bisa dijadikan filter mempertahankan budaya- budaya di Indonesia. Karena budaya tepo seliro mampu mewujudkan kerukunan, kedamaian dan sikap toleran antar masyarakat. Dian menyayangkan keberadaan tepo seliro hanya banyak dikenal atau diimplementasikan oleh masyarakat-masyarakat pedesaan oleh kalangan orang tua. Hal tersebut karena masyarakat yang banyak mengetahui budaya tepo seliro hanyalah kalangan masyarakat tua. Oleh karena itu, orang tua sebagai orang yang melahirkan, membesarkan dan selalu berada di samping anak-anak sudah seharusnya mengajarkan dan menanamkan budaya tepo seliro dalam kehidupan anak-anak. Sehingga kelak bila tumbuh menjadi orang dewasa tidak hanya cerdas ilmu pengetahuannya tetapi juga sikapnya dan mampu menghargai setiap perbedaan yang ada. Namun secara umum masyarakat masih menganggap tepo seliro bernilai positif sehingga mereka memiliki kemauan yang kuat mempertahankan tepo seliro dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. (Dedy)