Inovasi membanggakan kembali datang dari mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Riset Eksakta tahun 2024, Jalu Bahtiar Baharudin, mahasiswa Biologi angkatan 2021, bersama timnya berhasil menciptakan sebuah bioadsorben berbahan dasar limbah kulit jeruk (Citrus sinensis) yang berfungsi untuk menyerap limbah pewarna batik.
Ide ini bermula dari hasil diskusi dan brainstorming tim, yang menyoroti dua persoalan lingkungan serius di Yogyakarta. Sebagai kota batik, Yogyakarta memiliki banyak industri batik yang menghasilkan limbah cair dengan pewarna sintetis, dimana sebagian besar limbah tersebut langsung dibuang ke lingkungan tanpa pengolahan yang memadai. Hal ini diperparah dengan tingginya aktivitas kuliner yang menggunakan air perasan jeruk, sementara kulit jeruk dibuang begitu saja tanpa pengolahan kembali. Limbah kulit jeruk ini memiliki pH yang sangat rendah, sehingga sulit untuk terurai secara alami.
Permasalahan inilah yang kemudian menginspirasi Jalu Bahtiar Baharudin dan tim untuk menggabungkan dua masalah menjadi satu solusi. Mereka meneliti kandungan kulit jeruk peras (Citrus sinensis) dan menemukan bahwa limbah ini mengandung senyawa pektin, yang berpotensi tinggi sebagai bioadsorben alami. Pektin memiliki gugus karboksil dan hidroksil yang dapat mengikat zat pewarna berbahaya dalam limbah batik. Setelah melalui studi literatur dan analisis pustaka, tim memutuskan untuk mengekstrak pektin dari kulit jeruk dan mengaplikasikannya ke dalam limbah cair batik. Dalam kurun waktu tersebut, mereka melakukan sejumlah pengujian ilmiah untuk membuktikan efektivitas pektin sebagai penyerap limbah:
Terdapat serangkaian pengujian yang dilakukan untuk menghasilkan produk Bioadsorben berbahan dasar kulit jeruk ini. Pengujian pertama adalah Uji Determinasi yang dilakukan di Fakultas Biologi UGM, untuk memastikan jenis kulit jeruk yang digunakan benar-benar jeruk peras murni (Citrus sinensis). Setelah ekstraksi pektin, tim menguji kemampuannya menggunakan spektrofotometri UV-Vis di UNY, untuk mengukur penyerapan zat warna. Pengujian lanjutan FTIR dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan gugus fungsi kimia khas pektin. Untuk mengamati struktur mikroskopis pektin setelah menyerap zat warna, dilakukan pengujian SEM-EDX di UII.
Sebelum dilakukan uji coba pada limbah batik, dilakukan pengujian AAS untuk menentukan tingkat kandungan logam dalam limbah batik dari tiga wilayah: Sleman, Bantul, dan Kulon Progo. Dari hasil uji diperoleh data limbah dengan tingkat pencemaran tertinggi berasal Kulon Progo, yang selanjutnya menjadi fokus uji penyerapan lanjutan. Terakhir, untuk menguji kemampuan produk Bioadsorben, tim melakukan uji model isoterm adsorpsi Langmuir dan Freundlich untuk mengetahui efektivitas daya serap pektin terhadap zat warna.
Melalui penelitian ini, Jalu Bahtiar Baharudin dan tim menunjukkan bahwa inovasi sederhana berbasis sains dapat menghadirkan solusi konkret bagi masalah lingkungan, sekaligus membuka jalan bagi pemanfaatan limbah menjadi sesuatu yang lebih berguna. Mereka berharap inovasi ini dapat memberikan kontribusi nyata bagi pengolahan limbah di industri batik dan memanfaatkan limbah organik dari sektor kuliner