TANTANGAN WISUDAWAN MASA KINI DAN YANG AKAN DATANG

Alhamdulillah dan kita semua ikut bersyukur, bahwa semua wisudawan telah melalui perjuangan yang menyita banyak energi dan berhasil menghadapi berbagai tantangan yang sangat kompleks. Tanpa ada perjuangan keras tidaklah mungkin Anda semua dapat mengikuti wisuda pada hari ini. Kini selanjutnya setiap wisudawan tanpa terkecuali akan menghadapi sejumlah persoalan baru. Kita semua berdoa, semoga semuanya berhasil membawa dirinya masing-masing untuk menghadapi tantangan-tantangan masa kini dan mendatang. Ada beberapa hal yang penting untuk menjadi renungan, sebagai berikut :

Pertama, berdasarkan hasil analisis pusat riset ekonomi dan bisnis, The Mckinsey Global Institute pada September 2012 (Kemdikbud, 2013), menyatakan bahwa Indonesia diprediksi pada tahun 2030 akan menempati peringkat ke-7 ekonomi terbesar dunia, setelah Cina, AS, India, Jepang, Brazil, dan Rusia.  Pada saat itu perekonomian Indonesia ditopang empat besar sektor ekonomi yaitu bidang jasa, pertanian, perikanan dan energi. Ekonomi Indonesia juga akan terus tumbuh dengan didorong oleh kekuatan regional. Pertumbuhan jumlah masyarakat kelas menengah Indonesia akan meningkat dari 45 juta orang pada  2012 menjadi 90 juta orang pada  2030. Kebutuhan tenaga terampil juga meningkat dari 50 juta menjadi 113 juta orang pada periode yang sama. Untuk menghadapi tantangan tersebut, sistem pendidikan kita harus terus diperbaiki agar mampu mendorong perubahan-perubahan yang signifikan, yang tidak hanya mampu mengurangi angka kebodohan, melainkan juga mampu mengurangi angka kemiskinan dan meningkatkan peradaban bangsa kita. Semua lulusan yang akan memasuki era itu diharapkan sekali mampu memainkan peran penting sebagai subjek di mana pun berada.

Kedua, dalam Global Competitiveness Report 2015-2016 yang dirilis WEF, di ASEAN daya saing Indonesia hanya kalah dari tiga negara tetangga, yakni Singapura yang berada di peringkat 2, Malaysia (18), dan Thailand (32).  Meski turun dibanding tahun 2014 di peringkat 34, daya saing Indonesia lebih unggul dari Filipina (47), Vietnam (56), Laos (83), Kamboja (90), dan Myanmar (131).  Bahkan daya saing Indonesia juga terlihat lebih baik raipada nagara di luar Asia Tenggara, antara lain Portugal (38), Italia (43), Rusia (45), Afrika Selatan (49), India (45), dan Brazil (75). Memperhatikan posisi ini bangsa Indonesia sudah sepantasnya memiliki optimisme yang tinggi dalam menghadapi MEA yang dimulai pada tahun 2016. Sikap optimisme harus diimbangi dengan upaya yang serius untuk meningkatkan kompetensi yang ditandai dengan pemerolehan sertifikasi internasional untuk semua bidang keahlian, terutama delapan profesi yang terkena kebijakan bebas tenaga kerja MEA, yaitu : teknik, arsitek, tenaga pariwisata, akuntan, dokter gigi, tenaga survey, praktisi medis, dan perawat. Untuk menghadapi tantangan tersebut SDM Indonesia kini dan mendatang harus diupayakan tidak hanya memiliki ijazah akademis saja, melainkan juga sertifikasi kompetensi dan sertifikasi profesi. Diharapkan sekali semua prodi di lingkungan UNY ke depan dapat mengupayakan semua lulusannya memiliki sertifikat kompetensi dan profesi, terutama yang terkait dengan profesi yang terkena kebijakan MEA. Tentu saja untuk dapat memiliki daya saing tinggi semua lulusan perlu ditambah dengan kemampuan berbahasa internasional dan kemampuan adaptif dan kreatif.

Ketiga, bahwa ada sejumlah tantangan yang dihadapi ilmu di masa depan. Menurut John Nisbit, bahwa pada era informasi muncul fenomena mabuk teknologi, yang ditandai dengan beberapa indikator, yaitu: (1) masyarakat lebih menyukai penyelesaian masalah secara kilat (instant), (2) Masyarakat takut dan memuja teknologi, (3) Masyarakat mengaburkan antara yang nyata dan semu, (4) Masyarakat menerima kekerasan sebuah hal yang wajar, (5) Masyarakat mencintai teknologi dalam bentuk mainan, (6) Masyarakat menjalani kehidupan yang berjarak dan terenggut. Berdasarkan pendapat di atas bahwa tantangan utama dalam keilmuan lebih berfokus kepada sikap manusia dalam menghadapi perkembangan ilmu itu sendiri. Kita pada hakekatnya menginginkan pengembangan ilmu demi kemudahan dan meningkatkan kesejahteraan bagi manusia, namun tidak menutup kemungkinan dapat menghadirkan persoalan bagi manusia, bahkan perkembangan ilmu sendiri. Berikut beberapa tantangan yang akan dihadapi masyarakat dan keilmuan, di antaranya : (1) Perubahan global, (2) Pendidikan global, (3) Kesenjangan pemahaman IPTEK, Pendidikan, dan HDI, (4) Perubahan tatanan kehidupan sosial dan moral, (5) Kependudukan dan ketanagakerjaan, dan (6) Permasalahan lingkungan.

Menyadari akan tantangan tersebut, kita perlu mengupayakan terus menjadikan semua hasil penemuan ilmu pengetahuan semata-mata untuk digunakan untuk mempermudah kehidupan manusia dalam menjalani hidupnya, tanpa menimbulkan arogansi ilmu, pendewaan ilmu, dan merusak manusia dan lingkungannya. Memang tanggung jawab untuk meminimalkan dampak negatif perkembangan ilmu tidak hanya di pundak para ilmuwan dan ahli, melainkan juga di pundak kita semua manusia awam yang memiliki kebutuhan dan tanggung jawab yang sama sesuai dengan kemampuan dan kondisi kita masing-masing. Jika upaya bersama secara sinergis dalam menghadapi itu dapat dilakukan, insya Allah kehidupan menjadi lebih tenteram, sejahtera, dinamis, dan manusiawi dapat terwujud.

 

Disarikan dari sambutan Rektor dalam acara Wisuda UNY, Sabtu 27 Februari 2016 di GOR UNY

Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., MA
Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., MA