CEGAH BULLYING DENGAN TEPO SELIRO

1
min read
A- A+
read

Daffa Fakhri-Anis Samchati-Awang Nakulanang-Yohana Suryana-Heri Cahyono

Lingkungan pendidikan yang nyaman menjadi syarat mutlak terbentuknya peserta didik yang baik. Namun aspek yang hendak dicapai oleh pendidikan tersebut tercederai oleh berbagai fenomena yang marak terjadi akhir-akhir ini. Fenomena yang terjadi di sekolah dan menarik perhatian masyarakat luas adalah aksi bullying (perundungan) oleh warga sekolah terutama siswa. Maraknya fenomena perundungan di lingkungan sekolah tersebut sebenarnya dapat ditanggulangi dengan penguatan pendidikan karakter bagi peserta didik. Pada lingkungan sekolah terdapat empat pilar yang dapat dijadikan sebagai wadah penanaman nilai-nilai karakter. Diantara keempat wadah tersebut salah satunya adalah melalui kegiatan belajar mengajar di kelas yang diintegrasikan pada setiap mata pelajaran termasuk mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang sebenarnya memegang peranan penting dalam membentuk peserta didik yang berkarakter. Berdasarkan hal itu mahasiswa program studi Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum Fakultas Ilmu Sosial UNY merancang buku saku (pocket book) untuk mencegah perundungan yang dikaitkan dengan budaya Jawa yakni tepo seliro. Mereka adalah Daffa Fakhri Maulana, Awang Nakulanang, Yohana Suryana, Anis Samchati dan Heri Cahyono. Para mahasiswa tersebut merancang antiperundungan pocket book inovasi media pembelajaran pendidikan karakter berbasis kearifan lokal tepo seliro.

Menurut Daffa Fakhri Maulana mereka merancang buku saku ini karena merasakan bahwa proses pendidikan karakter di sekolah melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan / Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) masih belum maksimal. Padahal di sisi lain masyarakat Jawa dikenal kearifan lokal berupa sikap tepo seliro (tenggang rasa) yang identik dengan perilaku seperti empati, peduli, toleransi, dan gotong royong. Sebagai kearifan lokal nilai-nilai dalam sikap tepo seliro memiliki arti penting bagi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal. Dalam konteks fenomena bullying, sikap tepo seliro merupakan karakter yang dapat dikembangkan untuk melawan fenomena perundungan tersebut. “Apabila nilai-nilai karakter tersebut dapat dikembangkan dengan media pembelajaran pendidikan karakter, tentu saja hal ini dapat menjadi alternatif yang inovatif dalam rangka mencegah dan menekan angka kekerasan di sekolah yang termasuk dalam fenomena bullying” katanya. Awang Nakulanang menambahkan buku saku ini dikembangkan menyesuaikan dengan kebutuhan dunia pendidikan yang tengah marak terjadi fenomena bullying terutama oleh sesama peserta didik. Media pembelajaran ini dikembangkan dengan berbagai literatur terkait untuk selanjutnya disusun menjadi pocket book yang inovatif dan aplikatif dalam kehidupan pergaulan di lingkungan sekolah. “Antiperundungan Pocket Book dapat dimanfaatkan dalam kegiatan belajar mengajar PPKn sebagai salah satu mata pelajaran yang diidentikan dengan pendidikan karakter di Indonesia” ujar Awang. Penerapannya dapat dengan memanfaatkan waktu literasi 15 (lima belas) menit sebelum kegiatan belajar mengajar.

Anis Samchati menjelaskan buku saku ini dikembangkan menyesuaikan dengan kebutuhan dunia pendidikan yang tengah marak terjadi fenomena bullying (perundungan) terutama oleh sesama peserta didik. “Media pembelajaran ini dikembangkan dengan berbagai literatur terkait untuk selanjutnya disusun menjadi pocket book yang inovatif dan aplikatif dalam kehidupan pergaulan di lingkungan sekolah” katanya. Menurut Anis isi buku saku dibagi menjadi beberapa bagian antara lain pengetahuan mengenai perundungan pada umumnya yang dipadukan desain grafis menarik. Kearifan lokal tepo seliro menjadi unsur utama dalam pengembangan konten buku saku. Tepo seliro sendiri merupakan sebuah nasehat Jawa yang berarti upaya menenggang perasaan orang lain atau upaya menjaga perasaan orang lain, dengan tujuan tidak menyinggung perasaan serta untuk meringankan beban pikiran orang lain. Nilai-nilai tepo seliro yang dikembangkan disini antara lain meliputi empati, tenggang rasa dan saling menghormati. (Dedy)