URGENSI PROMOSI KESEHATAN UNTUK MENINGKATKAN KEBUGARAN JAMAAH HAJI LANSIA: SEBUAH PARADIGMA PSYCHO-PHYSIOLOGICAL EXERCISE

Ibadah haji sebagai rukun Islam ke-5 merupakan kewajiban umat Islam dan merupakan kewajiban bagi orang-orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah yaitu mampu dalam pembiayaan, pengetahuan, kesehatan jasmani dan rohani (Al Imran 97). Kemampuan jasmani dan rohani merupakan salah satu syarat kelayakan untuk beribadah haji (istithoah) berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan sebagai bagian dari penyelenggaraan ibadah haji. Penyelenggaraan ibadah haji, sebagaimana diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi jamaah haji sehingga jamaah haji dapat menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam. Pemerintah dalam hal ini berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan dengan menyediakan layanan administrasi, bimbingan ibadah haji, akomodasi, transportasi, pelayanan kesehatan, keamanan, dan hal-hal lain yang diperlukan oleh jamaah haji (Menkes RI, 2009: 4).

Indonesia merupakan negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam, serta mayoritas jamaah berkisar antara dewasa tua hingga usia lanjut. Usia lanjut hampir seluruh sel–sel tubuh mulai mengalami degenerasi fungsi yang akan berakibat pada terjadinya penurunan daya tahan jantung paru, fleksibilitas, kekuatan otot, daya tahan otot, koordinasi dan keseimbangan, serta kegemukan. Kondisi fisik yang baik sangat diperlukan agar dapat menjalankan semua rangkaian kegiatan dalam ibadah haji dengan benar dan dapat menjadi haji yang mabrur. Kegiatan ibadah haji berupa 70% aktivitas fisik dan 30% sisanya merupakan ibadah rohani non fisik. Untuk dapat mencapai kondisi fisik yang baik berarti harus mempunyai kebugaran jasmani (physical fitness) yang baik (Ningsih, Junaidi, 2005: 45).

Kegiatan ibadah haji yang memerlukan kondisi fisik tersebut, diantaranya adalah sebagai berikut: (1) mulai keberangkatan dari rumah dengan bekal yang cukup berat, (2) dalam penerbangan kurang lebih 9 jam, (3) berjalan kaki dari pemondokan atau batas masuk kendaraan ke area Masjid, di Madinah (masjid Nabawi) melakukan ibadah sholat Arbain, yaitu sholat wajib 40 waktu yang mengikuti jamaah utama tanpa terputus sekalipun, (4) dari Madinah ke Mekkah menempuh perjalanan dengan bus selama kurang lebih 9 jam (jarak Madinah-Mekkah 400 Km), (5) tiba di Mekkah, menuju ke Masjidil Haram untuk mengerjakan Thawaf dengan mengelilingi Kabah 7 kali putaran, (6) melaksanakan sholat wajib di Masjidil Haram, jarak pondokan dengan Masjidil Haram sekitar 1 Km, ditempuh jalan kaki, (7) Sa’i, berjalan kaki dari bukit Shafa ke Marwah sebanyak 7 kali (7 x ± 420 meter = 2, 9 Km), (8) berangkat ke Arafah untuk melakukan Wukuf selama satu hari satu malam, (9) selanjutnya berangkat ke Mina dan menginap di Muzdalifah untuk melontar Jumroh Aqabah sekurang-kurangnya 7 butir. Jarak antara kemah ke Jamarut sekitar 4,5 Km (Soeparman, 2004: 2-3).

Kebugaran jasmani adalah kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari yang dilakukan secara efektif tanpa merasa terlalu lelah dan masih memiliki energi yang tersisa untuk kegiatan bersantai dan rekreasi (Werner, 2011). Komponen kebugaran jasmani dikelompokkan menjadi dua, yaitu komponen kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan (health related physical fitnes) dan komponen kebugaran jasmani yang berhubungan dengan keterampilan (skill related physical fitness). Untuk jamaah haji yang diperlukan adalah komponen kebugaran jasmani berhubungan dengan kesehatan, khususnya daya tahan paru jantung yang bisa diindikatorkan dengan VO2 max. Huldani, et al. (2020: 9) VO2 max adalah volume maksimum oksigen yang diproses oleh tubuh selama aktivitas intensif dan merupakan indikator konsep dasar kebugaran fisik. VO2 max diukur dengan mililiter per menit per kilogram berat badan. Faktor-faktor yang menentukan VO2 max meliputi fungsi paru-paru jantung, usia, metabolisme otot aerobik, kegemukan tubuh, keadaan olahraga, genetika, dan jenis kelamin.

Suatu program latihan kebugaran yang berhasil, menggunakan takaran latihan yang tepat. Takaran latihan dijabarkan dalam konsep FITE (Frekuensi, Intensitas, Time, dan Enjoyment). Frekuensi adalah banyaknya unit latihan persatuan waktu. Dalam meningkatkan kebugaran jasmani diperlukan latihan 3-5 kali per minggu. Intensitas adalah kualitas yang menunjukkan berat-ringannya latihan. Secara umum latihan kebugaran jasmani yang tepat dengan intensitas 65%- 85% DJM. Time atau waktu adalah durasi yang diperlukan setiap kali berlatih. Untuk meningkatkan kebugaran jasmani diperlukan waktu 20-60 menit. Komponen terakhir yang telah ditambahkan dalam beberapa tahun terkini adalah enjoyment, artinya seseorang yang mengikuti latihan dapat merasakan sukacita, termotivasi, dan mematuhi program latihan tersebut (Naternicola, 2015). Berdasarkan hasil wawancara, masih banyak ditemukan calon jamaah haji belum bisa melonggarkan waktu, dan menikmati sepenuhnya dalam melakukan olahraga. Ada yang mengatakan karena disibukan dengan pekerjaan, ada yang merasa sehat, dan ada juga yang tidak mengetahui model latihan yang akan dilakukan.

Seorang calon jamaah haji sebelum melaksanakan program latihan fisik, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan kesehatan terkait dengan kelayakan untuk mengikuti latihan fisik. Pemeriksaan ini dapat digabungkan atau terpisah dengan pemeriksaan kesehatan bagi calon jamaah haji sebagai syarat dalam pendaftaran sebagai jamaah haji. Pemeriksaan diawali dengan mengisi formulir kelaikan untuk melakukan program latihan fisik serta ada atau tidaknya kontra indikasi mutlak atau relatif dalam mengikuti latihan fisik. Pengisian formulir dapat dilakukan dengan panduan oleh seorang petugas kesehatan (perawat atau bidan).

Fenomena menarik yang saat ini sedang terjadi menunjukkan bahwa sebagian besar calon jamaah haji lebih banyak menyiapkan kerohanian nya dengan mengikuti bimbingan di KBIH, namun terkait dengan menjaga maupun meningkatkan kebugaran jasmani masih belum dilakukan. Calon jamaah haji ada yang menganggap dengan bisa mengikuti latihan manasik, maka sudah dirasa cukup dalam pemeliharaan kebugaran jasmani. Padahal dapat diketahui bersama bahwa kegiatan haji tidak hanya manasik saja, masih banyak ritual terkait haji di Madinah dan Mekkah. Calon jamaah haji ada yang mempunyai motivasi/ keinginan yang rendah, dan ada yang tinggi untuk berolahraga, namun dengan berbagai alasan seperti sudah tua, tidak ada teman dalam berlatih, pendampingan program latihan kebugaran jasmani belum maksimal, dan alasan kesibukan pengurusan terkait haji sehingga membuat calon jamaah haji tidak jadi melakukan olahraga. Motivasi latihan calon jamaah haji perlu ditumbuhkan, tidak hanya pada tingkat mempunyai dorongan yang kuat ingin latihan, tetapi sampai dengan mau melakukan latihan dengan bersemangat dan kesadaran dari diri sendiri.

Menurut paham dualisme, tubuh dan pikiran sangat jelas berbeda. Tubuh hanyalah suatu benda kompleks yang realistik sementara pikiran berada pada pikiran pada dimensi abstrak dan bersifat mental. Pikiran tidak bergantung pada material tubuh, karena itu ketika tubuh tidak berfungsi lagi pikiran dapat terus eksis secara independen. Hal ini dapat digunakan sebagai contoh: seseorang yang mempunyai keinginan kuat dan menggebu-nggebu untuk melakukan olahraga sebanyak 3 kali per minggu, tidak akan mendapatkan hasil kebugaran apabila tidak action/ bergerak. Sedangkan orang yang biasa-biasa saja, namun langsung action/ bergerak, maka akan ada feedback pada tubuhnya.

Promosi kesehatan dilakukan dengan berbagai upaya kepada jamaah hajisehingga diharapkan mau dan mampu meningkatkan dan memelihara kesehatan kebugarannya sendiri. Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada jamaah haji harus diberikan secara berkala dan sinergis. Salah satu sinergisitas yang dibangun dengan melibatkan lintas program, lembaga, dan mitra. Untuk mencapai keberhasilan promosi kesehatan, maka perlu memperhatikan sinergisitas berbagai unsur yang penting, yaitu sebagai berikut:

1. Kebutuhan Calon Jamaah Haji Calon jamaah haji yang di dominasi lanjut usia semakin mengalami kemunduran fisik. Dengan kemunduran tersebut, tentunya status kesehatan dan kebugaran juga sangat diperhitungkan apabila ingin melaksanakan ibadah haji. Untuk itu, diperlukan upaya yang tepat dalam pemeliharaan dan peningkatan kebugaran jasmani, sehingga pada saat melakukan ibadah haji di Mekkah dapat melakukan secara baik, mandiri/ tidak ketergantungan orang lain.

2. Kebijakan Dalam promosi kesehatan di Puskesmas, diperlukan kebijakan pemerintah pusat (Kemenkes RI, Kemenag RI), Provinsi (Dinkes Provinsi, Depag), dan Pemerintah Daerah Kabupaten. Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pusat merupakan kebijakan Kemenkes RI. Wujud kebijakan tersebut berupa peraturan tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji yang termuat dalam Undang-undang nomor 13 tahun 2008, yaitu Menteri Kesehatan bertanggung jawab dalam melakukan pembinaan dan pelayanan kesehatan ibadah haji baik pada saat persiapan maupun pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji. Ditambah dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 442/MENKES/SK/VI/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji. Kebijakan Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten mengikuti acuan dari Pemerintah Pusat, sehingga mendukung kebijakan dan upaya-upaya yang akan dilakukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani bagi calon jamaah haji. Selain itu, agar calon jamaah haji tidak hanya sehat tetapi juga bugar, maka diperlukan Kebijakan yang khusus tentang Pedoman Penyelenggaraan Kebugaran Jasmani Jamaah Haji.

3. Pendekatan Program Kebugaran Jasmani Pendekatan yang dilakukan adalah dengan bottom up, meskipun ada sedikit top down dari Dinkes. Dengan pendekatan tersebut, calon jamaah haji dalam melakukan program kebugaran jasmani timbul atas kesadaran sendiri, sehingga ide-ide kreatif dan partisipasi dalam pelaksanaan dapat sesuai yang diharapkan. Calon jamaah haji dapat bekerjasama dengan KBIH, karena agenda pertemuan dengan teman yang lain paling rutin dilakukan yaitu di tempat KBIH. Oleh karena itu, KBIH akan memberikan manfaat yang besar apabila dalam memberikan program pembinaan tidak hanya dominan pada rohani saja, tetapi juga pembinaan kebugaran jasmani. Untuk pengaturan jadwal program, tempat pertemuan, tempat latihan, sarana prasarana dapat ditentukan saat pertemuan di KBIH. Adanya sedikit pendekatan top-down karena peran dari Kemenkes, Dinkes, atau Puskesmas masih sangat dibutuhkan dalam memberikan program-program pembinaan kebugaran jasmani khususnya terkait ketenagaan dan pembiyaan.

4. Strategi Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan dan Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah telah menetapkan 3 (tiga) strategi dasar promosi kesehatan, yaitu Advokasi, Bina Suasana, dan Gerakan Pemberdayaan (dikenal dengan strategi ABG) yang diperkuat oleh kemitraan, serta metode dan sarana/ media komunikasi yang tepat. Ketiga strategi ini harus dilaksanakan secara lengkap dan berkesinambungan, sehingga jamaah haji mampu hidup sehat mandiri (Departemen Kesehatan RI, 2008: 5).

5. Ketenagaan/ Petugas Promosi Kesehatan Haji Ketenagaan atau petugas promosi kesehatan haji adalah Dinkes, Puskesmas, UKBM, KUA, KBIH, Perguruan Tinggi, Kelompok Olahraga Masyarakat, dan Instruktur Olahraga. Dalam menjalankan promosi kesehatan kepada calon jamaah haji, Puskesmas dan KBIH dapat melibatkan instruktur olahraga yang berkompeten, sehingga calon jamaah haji bersemangat dalam mengikuti pembinaan kebugaran jasmani. Selain itu, petugas kesehatan haji juga perlu memberikan Motivation Interviewing agar calon jamaah haji dalam mengikuti olahraga dapat melaksanakan sesuai program latihan, sehingga diperoleh manfaat peningkatan kebugaran jasmani. Pemberian Motivation Interviewing sebaiknya dilakukan secara bertahap, dimulai dari yang paling sederhana menuju yang lebih kompkles.

6. Sarana dan Prasarana Ketersediaan sarana dan prasarana menjadi sangat penting dalam promosi kesehatan. Tempat yang digunakan untuk pertemuan-pertemuan dapat dilakukan di lapangan (outdoor) dan gedung (indoor) dengan mempertimbangkan standarisasi untuk latihan kebugaran, baik luasnya maupun sirkulasinya. Latihan dapat dilakukan dengan beban tubuh (body weight), dan dapat juga menggunakan botol mineral yang diisi pasir sebagai alternatif pengganti dumbbell untuk latihan beban bagi (circuit weight training) calon jamaah haji. Sarana dan prasarana yang mudah ditemukan dan digunakan, serta bersih akan memberikan ketertarikan tersendiri bagi calon jamaah haji.

7. Pembiayaan Kegiatan promosi kesehatan akan berjalan lancar, apabila tersedia pembiayaan yang jelas dan mencukupi. Untuk melakukan promosi kesehatan, pembiayaan dapat diperoleh dari: a. Pemerintah Pusat b. Pemerintah Propinsi c. Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota d. DP2M DIKTI melalui Perguruan Tinggi memberikan anggaran dalam bentuk kegiatan PPM (Pengabdian Pada Masyarakat).

8. Pembinaan Kebugaran Jasmani Pembinaan kebugaran jasmani bagi calon jamaah haji ke depan akan sangat bagus apabila menggabungkan aspek fisik dan aspek psikologis. Adapun penggabungan dari kedua aspek berupa program latihan fisik dan Motivation Interviewing. Kegiatan pembinaan kebugaran jasmani merupakan rangkaian dari kegiatan pembinaan kesehatan haji yang dilakukan oleh Puskesmas. Sesuai dengan Kepmenkes RI no 128 tahun 2004 tentang fungsi Puskesmas, pelaksanaan latihan fisik bagi calon jamaah haji dapat menerapkan fungsi-fungsi: a. Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan b. Pusat Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga c. Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat

9. Lembaga Pendukung Lembaga pendukung yang ikut membantu dalam promosi kesehatan calon jamaah haji terdiri dari: a. IPHI (Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia) b. AKHI (Asosiasi Kebugaran Haji Indonesia) c. Perguruan Tinggi

10. Penerima Manfaat Manfaat yang diterima oleh calon jamaah haji antara lain: menjadi lebih sadar akan rasa memiliki tubuh yang bugar, lebih bersemangat, lebih percaya diri, lebih termotivasi melakukan olahraga, lebih bisa mengontrol diri, lebih memahami latihan kebugaran jasmani yang benar, lebih terampil melakukan gerakan latihan, dan menjadi tidak ketergantungan/ bisa lebih mandiri.

Promosi kesehatan yang tepat dengan menggabungkan aspek fisik (kombinasi aerobik-circuit weight training) dan aspek psikologis (motivation interviewing) kepada calon jamaah haji. Untuk mewujudkan penerima manfaat agar lebih baik, maka proses promosi kesehatan menyangkut kebijakan, sarana prasarana, tenaga/petugas, penyelenggaraan, pendekatan, strategi, pembiayaan, kelembagaan, dengan dukungan dari berbagai pihak yang terakit: KBIH, IPHI, AKHI, dan Perguruan Tinggi perlu dilakukan secara sinergis. Adanya pelatihan yang tepat dan terukur, maka diharapkan kegiatan menjaga kebugaran tubuh bagi lansia tidak hanya berhenti ketika ingin berangkat haji, namun juga tetap berlanjut baik ketika maupun setelah melakukan ibadah haji. Kenyamanan dan dukungan yang diberikan oleh instruktur olahraga kepada para calon jamaah haji sangat penting, karena akan lebih menggugah untuk berolahraga dan menjaga kebugaran sehingga kualitas hidup para calon jamaah haji menjadi lebih baik.

Prof. Dr. Yudik Prasetyo, M.Kes., AIFO.
Ibadah haji sebagai rukun Islam ke-5 merupakan kewajiban umat Islam dan merupakan kewajiban bagi orang-orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah yaitu mampu dalam pembiayaan, pengetahuan, kesehatan jasmani dan rohani (Al Imran 97). Kemampuan jasmani dan rohani merupakan salah satu syarat kelayakan untuk beribadah haji (istithoah) berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan sebagai bagian dari penyelenggaraan ibadah haji.