LPPM UNY Gelar FGD Cegah Radikalisme dan Terorisme

1
min read
A- A+
read

Pusat Studi Pendidikan Pancasila dan Karakter Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Negeri Yogyakarta (LPPM UNY) bekerja sama dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan beberapa Universitas Seperti UGM dan UIN pada hari ini, Rabu (30/3) mengadakan Forum Group Discusion (FGD) dengan tema “Pokok- Pokok Pikiran Tentang Kriteria Radikalisme dan Upaya Penanggulangannya”.

Acara yang berlangsung di Hotel Cristal Lotus, Jalan Magelang Yogyakarta ini menghadirkan beberapa narasumber terkemuka seperti Prof.Dr. Hariyono, M.Pd. (Wakil Kepala BPIP), Kemas Akhmad Tajudin, S.H., M.H. (Deputi Hukum, Advokasi dan Pengawasan Regulasi), Prof. Dr. Mukhamad Murdiono, M.Pd. (Guru Besar Pkn FIS UNY), Prof.Dr. Marzuki,M.Ag. (Guru Besar PAI FIS UNY), Prof. Noorhaidi Hasan, M.A.,Ph.D. (Guru Besar Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), dan Arqom Kuswanjono (Dosen Fakultas Filsafat UGM). Para Peserta FGD kali ini juga melibatkan segenap unsur dalam masyarakat seperti Dosen, mahasiswa, TNI dan POLRI. 

Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan, Prof. Edi Purwanta, M.Pd., yang hadir mewakili Rektor UNY ketika memberikan sambutanya menyambut baik terselenggaranya acara ini dan berharap dapat bersama- sama merumuskan beberapa indikator yang mengarah pada radikalisme. Ia juga mengatakan bahwa nilai- nilai Pancasila sebagai ideologi bangsa harus ditanamkan sejak dini pada jiwa seluruh generasi muda. 

Saat memberikan paparan, Profesor Hariyono mengatakan bahwa Paham radikalisme bisa merasuki siapa saja baik itu dari kalangan intelektual, pejabat negara, maupun akademisi. Jika pada zaman melawan penjajah dulu, istilah radikal berkonotasi positif karena beberapa partai- partai yang mendapat cap radikal seperti Indische Partij (IP) dan Partai Nasional Indonesia (PNI) merupakan partai yang berjuang untuk merebut kemerdekaan dari para penjajah. Berbeda dengan sekarang, biasanya seseorang atau kelompok akan mendapat cap radikal bila dianggap menentang kesepakatan dari para pendiri bangsa. 

Sementara itu Kemas Akhmad Tadjudin menyampaikan bahwa kita harus satu persepsi dalam memahami dan mengatasi paham radikalisme agar lebih efektif dalam penanggulanganya. “BPIP juga hingga saat ini tetap bersinergi dengan seluruh komponen masyarakat guna menangani berbagai hal yang mengarah pada radikalisme,” tambahnya. 

Masih di tempat yang sama, Profesor Murdiono mengatakan bahwa terkadang paham radikalisme bisa timbul karena karena kurangnya kesejahteraan serta sulitnya mencari lapangan pekerjaan. Hal- hal tersebut terkadang membuat seseorang menjadi mudah frustasi hingga mudah disusupi paham radikalisme. 

Hampir senada dengan apa yang disampaikan oleh Profesor Murdiono, narasumber lainya yaitu Profesor Noorhaidi mengatakan bahwa memang kesenjangan sosial menjadi salah satu penyebab munculnya gerakan radikalisme karena ingin mengganti ideologi negara yaitu pancasila serta pemerintahan yang ada dengan harapan bisa lebih sejahtera, namun tentu saja dengan jalan yang tidak benar. 

Profesor Marzuki dalam kesempatanya menyatakan sangat penting untuk menanamkan nilai- nilai pancasila pada para peserta didik. Marzuki juga menyampaikan harapanya agar BPIP bersama pemerintah lebih ketat dalam mengawal pendidikan sehingga benih- benih radikalisme dan terorisme bisa ditanggulangi sedini mungkin. 

Pakar dari UGM, Aqrom Kuswanjono mengingatkan bahwa munculnya radikalisme juga tergantung pada keadaan yang ada, kalu keadaan itu kondusif maka dipastikan tidak akan berkembang bibit radikalisme itu, disamping itu ia juga menambahkan bahwa peran media sosial juga perlu diwaspadai dalam memberikan pengaruh paham radikalisme. (Khairani Faizah)