UDIENSI DENGAN KERATON NGAYOGYAKARTA, FBS: KAMI SIAP MOA

2
min read
A- A+
read

Perkembangan manuskrip Jawa kuno menemui titik terang. Jika sebelumnya khalayak kesulitan mengakses keberadaan jejak sejarah ini, kini mereka mendapat angin segar atas inisiatif pemerintah Yogyakarta menempuh jalur digitalisasi manuskrip lewat aplikasi MAIS-Flexis.

“Pertemuan hari ini dengan UNY, kalau dari cerita Ibu Dekan, kelihatannya yang paling potensial itu (kerja sama) dengan UNY. Saya terus terang tadi mongkok begitu mendengar dari segi historisnya di sini adalah IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan), jadi memang ada jurusan-jurusan pendidikan. Dari kami sendiri akan butuh banyak bantuan di bidang itu,” ungkap KPH Notonegoro mengawali sosialisasi kegiatan kebudayaan Yogyakarta dengan birokrasi Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta (FBS UNY), Jumat (22/2).

Kabar gembira ini mendapat sambutan hangat dari FBS selaku kampus pencetak akademisi bahasa, seni, dan pendidikan. Dekan FBS, Endang Nurhayati dalam tanggapannya membuka lebar pintu kerja sama yang diupayakan Penghageng Kawedanan Hageng Panitrapura Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

“Hampir semua bisa terkait langsung untuk prodi kami karena kami memiliki potensi untuk semua yang terkait dengan benda-benda seni; ada prodi seni rupa dan kriya. Kemudian untuk yang beksa (tari) jelas kami berkepentingan untuk itu. Yang terkait dengan manuskrip, kami yang bergerak di bidang bahasa tentu saja akan berkepentingan,” sambut Endang Nurhayati atas kepercayaan pemerintah Yogyakarta.

KPH Notonegoro dan tim adalah penggagas audiensi rangkaian kegiatan internasional “Javanese Culture and Manuscript”. Kunjungan di Ruang Sidang PLA FBS ini setidaknya menghasilkan beberapa kesepakatan. Poin kolaborasi kemitraan FBS UNY-Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat diantaranya kesepakatan magang mahasiswa, penelitian, pengembangan, dan proyek digitalisasi manuskrip bersama.

Magang dipandang menarik oleh KPH Notonegoro. Selain dari Indonesia, ada pula pelajar dari luar negeri seperti Amerika yang magang dan menyesuaikan pranata (tata adat) di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Program ini diharapkan dapat berguna bagi mahasiswa generasi sekarang yang mulai kehilangan ketertarikan pada budaya Jawa.

Perjanjian ini dituangkan dalam bentuk Memorandum of Agreement (MoA) dengan pokok isi yang akan dikomunikasikan terlebih dahulu dengan Panitrapura Keraton Yogyakarta supaya dapat berterima kedua pihak. Rencananya MoA akan ditandatangani pada hari terakhir International Symposium on Javanese and Manuscripts of Keraton Yogyakarta.

Serangkaian kegiatan internasional “Javanese Culture and Manuscript” berangkat dari Peringatan 30 Tahun Tinggalan Jumenengan Dalem Sultan Hamengku Buwono X dan keberhasilan negosiator Keraton Yogyakarta merebut kembali 75 naskah kuno (gelombang I) yang diambil pasukan Inggris pada peristiwa  Geger Sepehi, 19-20 Juni 1812. Usaha perburuan dokumen Kesultanan Yogyakarta  makin membuahkan hasil. Sayangnya, manuskrip dari British Library tersebut fisiknya hanya berupa salinan digital dengan dalih pemerintah Indonesia belum siap mengelola naskah asli.

“Kegiatan digitalisasi manuskrip saya rasa sangat tepat untuk program magang karena teman-teman mahasiswa dapat masuk di situ, apakah dari sisi pengkajian, teknis memasukkan media atau digitalisasi. Teman-teman yang ingin melakukan penelitian sambil mengkaji bisa juga mengisi informasi dan tidak menutup kemungkinan mengembangkan objek-objek. Jadi kami sangat terbuka untuk itu,” ungkap RM Marrel Suryokusumo terkait kemungkinan kerja sama dengan mahasiswa UNY.

Kegiatan “Javanese Culture and Manuscript” terjabar menjadi dua agenda besar yaitu simposium internasional dan pameran manuskrip. International Symposium on Javanese and Manuscripts of Keraton Yogyakarta dibagi menjadi empat sesi dalam dua hari, 5-6 Maret 2019. Pertemuan ini mengadirkan ahli Sejarah, Filologi, dan Kebudayaan Internasional diantaranya Perter Carey, Annabel Teh Gallop, Roger Vetter, dan para akademisi dari universitas-universitas di Indonesia.

Kemudian, pada 7 April-7 Maret 2019 akan dilanjutkan Manuscript Exhibition di Pagelaran Keraton Yogyakarta, salah satunya menampilkan Babad Ngayogyakarta dari Sultan HB  I hingga III. Pameran ini ditujukan supaya publik dapat mengapresiasi catatan budaya dan pendidikan yang terkandung dalam manuskrip. (Maria Purbandari/JK)