Festival Dalang Cilik, Upaya UNY Memelihara Budaya Adiluhung

1
min read
A- A+
read

Daneswara mendalang

Berbusana biru dengan kain jarik anak tersebut duduk bersila. Tangannya mulai memegang gunungan tanda acara akan dimulai. Alunan gending gamelan menggema dan suara mungilnya mulai mementaskan lakon ‘Mahayodha Abimanyu’. Inilah adegan dalam pentas Festival Dalang Cilik (FDC) 2023 yang digelar oleh Fakultas Bahasa Seni dan Budaya (FBSB) dalam rangka dies natalis ke-59 UNY. Dalang cilik bernama Daneswara Satya Swandaru tersebut adalah salah satu peserta FDC.  Siswa kelas 5 SD Kanisius 2 Wonosari itu sudah sejak lama tertarik dengan dunia wayang. Dibawah bimbingan sanggar Pengalasan Wiladeg pimpinan Slamet Haryadi, warga Nogosari Bandung Playen Gunungkidul itu menekuni kesenian tradisional ini.  

Festival Dalang Cilik dibuka oleh Rektor UNY Prof. Sumaryanto dengan memukul dodogan dan akan berlangsung mulai Senin hingga Jumat (15-19/5) di Pendopo Tejokusumo FBSB UNY. Rektor UNY mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari tanda cinta UNY yang diharapkan dapat memberikan teladan bagi kita semua dalam memelihara budaya luhur milik bangsa sekaligus melaksanakan arahan Ngarso Dalem Gubernur DIY yaitu 4K (Kraton, Kampus, Kantor, Kampung). Rektor memberikan arahan agar terus memantau perkembangan studi para dalang cilik yang sekarang ikut festival karena UNY akan memfasilitasi talenta-talenta yang hebat ini untuk studi lanjut. “Tidak harus kuliah di departemen pendidikan Bahasa Jawa, namun bisa di departemen lain, misalnya di Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan” kata Rektor. Dekan FMIPA UNY Prof. Ariswan mengatakan kegiatan ini adalah bukti komitmen UNY dalam pengembangan ilmu dan budaya tradisi. “Kegiatan festival dalang cilik ini mengakrabkan UNY dengan masyarakat” katanya.

Ketua Panitia Sukisno, M.Sn mengatakan bahwa Festival Dalang Cilik ini diikuti oleh 30 peserta yang terdiri dari 15 peserta usia SMP dan 15 peserta usia SD. “Tujuannya untuk mendidik anak untuk mencintai kebudayaannya sendiri, khususnya wayang kulit” papar Sukisno. Selain itu juga untuk menanamkan nilai-nilai edukasi pada generasi muda, sekaligus menguasai unsur-unsur dalam pewayangan agar anak semakin cerdas dalam meniti tataran kedewasaannya menuju manusia yang berjiwa mulia.  

Juri dalam festival ini adalah Prof. Suminto A. Sayuti dari Fakultas Bahasa dan Seni UNY, Udreka, M.Sn dari ISI Yogyakarta serta Blasius Subono, M.Sn alumni dosen ISI Surakarta. Dalam festival ini ada 6 kriteria yang dinilai yaitu pemilihan lakon, antawacana, cerita, sabetan, iringan dan penyajian. Antawacana adalah percakapan pada pentas wayang yang berupa dialog, atau bahasa isyarat lainnya. Dari 30 peserta yang mengikuti festival ini Jawa Timur mengirim 4 peserta, Jawa Tengah 7 peserta dan DIY 19 peserta. Peserta termuda adalah R. Bagaskara Manjer Kawuryan dari Sanggar Nguri Budaya yang masih duduk di kelas 2 SD.

Salah satu peserta, Danendra Imam Khadafie menampilkan lakon berjudul ‘Wisanggeni Lahir’ yang berlatih di Sanggar Mastuti Budaya pimpinan Sukadi. Menurut anak kelahiran Jember 12 April 2016 tersebut, dia tertarik dengan dunia wayang sejak usia 4 tahun saat melihat pentas wayang Ki Seno lewat YouTube. “Saya suka sabetannya Ki Seno, juga lakon yang dimainkan beliau” katanya. Di saat teman-temannya memegang gadget yang merupakan benda wajib, Danendra memilih wayang sebagai hal yang menyenangkan.

Penulis: Dedy

Editor: Sudaryono

MBKM