Merawat Tradisi Lisan Nadhlatul Ulama, Merawat Islam dan Keindonesiaan

1
min read
A- A+
read

Anggota tim

Masyarakat Jawa umumnya memiliki kebiasaan berkumpul dan saling berbincang untuk melepas penat setelah melakukan aktivitas berat, atau sekadar mengisi waktu senggang. Agama Islam berhasil menyebar hingga wilayah Nusantara, karena para mubaligh dan Wali Songo melakukan proses akulturasi sehingga Islam dapat diterima oleh masyarakat. Salah satu jejak ajaran Islam yang dapat dilihat hingga saat ini adalah tasawuf. Para tokoh tasawuf menggunakan kebiasaan masyarakat Jawa yang gemar berkumpul untuk menyebarkan agama Islam.  

Yogyakarta merupakan wilayah yang menjadi tonggak dakwah penyebaran Islam di pulau Jawa. Salah satu lokasi yang memiliki aktivitas kultural cukup kuat dapat dijumpai di perbatasan Magelang-DIY. Di wilayah ini, dijumpai tokoh-tokoh kharismatik Nadhlatul Ulama (NU) yang masih menjadi panutan bagi masyarakat setempat. Beberapa tokoh tersebut antara lain KRT Djayaningrat II di Srumbung, K.H. Nahrowi Dalhar di Muntilan, dan Habib Ahmad Bafaqih di Tempel. Hingga saat ini, masyarakat setempat masih melestarikan tradisi-tradisi yang ditinggalkan oleh para tokoh tersebut. Misalnya, pementasan wayang kulit sedalu natas (semalam suntuk) di daerah Srumbung, ziarah agung dan pengajian akbar di Muntilan, serta pembacaan simthud duror di Tempel. Pewarisan nilai-nilai tradisi kepada generasi muda dilakukan sebagaimana para tokoh tasawuf menyebarkan Islam pertama kali, yakni melalui kebiasaan masyarakat Jawa yang kini lebih dikenal dengan istilah tradisi lisan.

Fenomena warisan kultural tokoh Nahdlatul Ulama yang masih bertahan di era milenial inilah yang kemudian menggugah sekelompok mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa Seni dan Budaya, Universitas Negeri Yogyakarta untuk melakukan penelitian terhadapnya. Tim yang diketuai oleh Fahri Hasanuddin Amhar ini meneliti fenomena tersebut dalam wadah Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang didanai oleh Kemenristekdikti melalui Ditjen Belmawa. “Kami melakukan penelitian mengenai Internalisasi Tradisi Lisan sebagai Mite Masyarakat Islam Nahdlatul Ulama di Perbatasan Magelang-Daerah Istimewa Yogyakarta” kata Fahri, Rabu (1/11). Penelitian ini mrerupakan bagian dari Riset Sosial Humaniora yang didanai oleh Ditjen Belmawa Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi. Anggota tim lainnya adalah Jananhti Cucu Jayadi, Rizqy Saiful Amar, Syifa Ulya Syahidah dan Muhammad Alvin Revaldi.

Dosen pembimbing PKM Dr. Else Liliyani berharap, temuan-temuan penelitian ini dapat mengenalkan generasi muda terhadap tokoh-tokoh kharismatik NU. “Mengapa? Karena menurut kami, nilai-nilai yang diwariskan oleh tokoh kharismatik tersebut masih relevan untuk kehidupan kini” ujar Else. Dalam kegiatan PKM ini, tim peneliti juga menghasilkan luaran berupa buku bergambar, artikel, serta informasi yang bermanfaat bagi masyarakat. “Kegiatan dan hasil dari penelitian kami, dapat diketahui melalui akun sosial media Instagram kami, di @pkmuny_tradisilisan.nu.” pungkasnya.

Penulis: e.l

Editor: Dedy

IKU 2. Mahasiswa Mendapat Pengalaman di Luar Kampus