Apa jadinya jika desa tak lagi dipandang hanya sebagai wilayah pinggiran, tapi sebagai pusat inovasi dan kekuatan sosial? Inilah yang dibahas dalam Eurasia Lecturer Series episode ke-14 bersama Dianni Risda, M.Ed. dari Universitas Pendidikan Indonesia dan perwakilan Eurasia Foundation Indonesia.
Mengangkat tema “Pemberdayaan Berbasis Kearifan Lokal di Asia,” seri ini menyajikan kisah-kisah inspiratif dari desa-desa di Asia yang sukses membangun komunitas melalui pendekatan khas dan orisinil. Mulai dari Community-Driven Development (CDD) di Filipina yang melibatkan masyarakat secara aktif dalam perencanaan pembangunan, hingga One Commune One Product (OCOP) di Vietnam yang mengangkat produk lokal menjadi kekuatan ekonomi desa.
Tak kalah menarik, Jepang memiliki sistem Kominkan—ruang pembelajaran komunitas yang memperkuat budaya dan keterampilan warga. Sementara di India, Self-Help Groups (SHG) menjadi gerakan swadaya perempuan desa yang bukan hanya menggerakkan ekonomi, tetapi juga memperkuat solidaritas sosial.
“Setiap desa punya karakternya sendiri, dan kunci suksesnya adalah menggali potensi lokal serta membangun dari apa yang sudah dimiliki,” tegas Bu Dianni. Ia juga mencontohkan desa Kamikatsu di Jepang yang memadukan kesadaran lingkungan dengan nilai gotong royong, menjadikannya ikon desa berkelanjutan.
Acara ini tidak hanya menambah wawasan mahasiswa, tapi juga membuka cakrawala baru bahwa kunci pembangunan berkelanjutan ada di akar rumput. Pendekatan lokal terbukti efektif mendorong tercapainya tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), seperti pengentasan kemiskinan (SDG 1), kesetaraan gender (SDG 5), pertumbuhan ekonomi (SDG 8), hingga menciptakan permukiman yang berkelanjutan (SDG 11).
Lewat diskusi lintas negara ini, mahasiswa diajak melihat desa bukan sebagai tempat yang tertinggal, tetapi sebagai ruang hidup yang penuh potensi—jika dikelola dengan bijak dan berbasis kearifan lokal.