Aktivitas makan di kantin menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kampus. Setiap hari, ribuan mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menikmati beragam hidangan di 18 kantin yang tersebar di berbagai fakultas. Namun, di balik suasana ramai dan aroma masakan yang menggugah selera, tersimpan persoalan serius yang jarang disadari: timbunan sampah organik.
Sisa nasi, sayur, dan potongan bahan makanan yang tidak terpakai menyumbang jumlah sampah yang signifikan setiap harinya. Berdasarkan pemantauan, total sampah organik yang dihasilkan dari seluruh kantin UNY mencapai sekitar 488 kilogram per minggu, atau sekitar 23,432 kilogram per tahun. Jika tidak dikelola dengan baik, tumpukan ini bukan hanya menimbulkan bau dan mengundang hama, tetapi juga berpotensi menghasilkan gas metana yang memperburuk perubahan iklim.
Meski begitu, di balik tantangan tersebut, tersimpan peluang besar menuju kantin berkelanjutan (sustainable canteen). Beberapa kantin di UNY mulai menunjukkan langkah nyata dalam pengelolaan limbah pangan. Salah satunya Kantin Bunda. Dengan program “Makan Habis, Bumi pun Bersih!”, kantin ini mengolah sisa makanan menjadi pakan ternak alami. “Awalnya banyak makanan tersisa setiap hari. Tapi setelah kami ajak mahasiswa untuk lebih bijak mengambil makanan, sisa di piring hampir tidak ada,” ujar Siti, pengelola kantin
Langkah serupa juga mulai diterapkan di beberapa kantin lainnya yang telah memisahkan sampah organik dan anorganik, serta mulai mengolah sisa dapur menjadi kompos.Kolaborasi antara pengelola kantin, mahasiswa, dan pihak kampus menjadi kunci transformasi ini. Dengan kesadaran bersama, sampah tidak lagi menjadi beban, tetapi sumber daya bernilai yang mendukung ekonomi sirkular dan ketahanan pangan lokal.
Melalui langkah-langkah nyata ini, UNY tidak hanya unggul dalam bidang pendidikan, tetapi juga menjadi contoh nyata kampus hijau yang berkontribusi pada pencapaian SDGs 12 (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab) dan SDGs 13 (Penanganan Perubahan Iklim).