Sebuah momentum bersejarah tercipta di Gunungkidul baru-baru ini melalui pentas karawitan inklusif bertajuk ‘Kreativitas Disabilitas Tanpa Batas’, yang digelar berkat kolaborasi strategis antara Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dan para maestro seni budaya. Acara ini tidak hanya menjadi panggung ekspresi seni, tetapi juga simbol kuat transformasi sosial dan teknologi bagi kelompok disabilitas.
Diprakarsai oleh tim lintas disiplin UNY yang dipimpin Angga Damayanto, M.Pd. dari Program Studi Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan, pagelaran ini menyatukan keahlian dalam desain panggung inklusif, rekayasa teknologi asistif, hingga komunikasi publik. Perangkat gamelan dimodifikasi secara khusus berdasarkan riset oleh Dr. Ir. Bayu Rahmat Setiadi, M.Pd. dan Martanto, S.Pd.T., M.Pd. dari Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Teknik, memungkinkan penyandang disabilitas, termasuk tunanetra dan pengguna kursi roda, tampil mandiri sebagai seniman karawitan. Turut hadir public relation Anggi Tias Pratama, M.Pd. dari Pendidikan Biologi Fakultas MIPA.
Pagelaran ini makin istimewa dengan kehadiran maestro tari legendaris Didik Nini Thowok, serta penampilan dari Tim LKP Tari Natya Lakshita dan Jathilan Sekar Nareswari. Dimensi internasional acara ini ditegaskan oleh kehadiran Duta Besar Kerajaan Hasyimiyah Yordania untuk Indonesia, Sudqi Atallah Abdel Qader Al Omoush, yang memberikan penghormatan terhadap semangat inklusivitas budaya Indonesia.
“Ini bukan sekadar pertunjukan seni, tapi gerakan budaya yang menyuarakan kesetaraan. Seni adalah bahasa universal yang paling efektif untuk menyampaikan nilai-nilai kemanusiaan,” tegas Angga Damayanto.
Sementara itu, Bayu Rahmat Setiadi menambahkan bahwa kegiatan ini adalah wujud konkret transfer teknologi kampus yang berpihak pada kelompok rentan. “Inilah misi pengabdian universitas yang sesungguhnya” ungkapnya.
Dengan dukungan Kementerian Kebudayaan melalui Dana Indonesiana, kolaborasi ini menjadi teladan nasional dalam menjadikan seni sebagai jembatan antara teknologi, inklusivitas, dan diplomasi budaya. Gunungkidul hari ini bukan sekadar saksi, tapi pelaku dalam babak baru sejarah karawitan Indonesia.