Patra punggel merupakan salah satu bentuk dari ornamen yang ada di Bali, biasanya ornamen ini diterapkan pada bangunan yang ada di Bali. Mahasiswa UNY Ngakan Wahyu Suryantara memperkenalkan ornamen patra punggel melalui karya seni logam dan kayu kepada masyarakat, sehingga jika masyarakat ingin melihat ornamen patra punggel itu seperti apa, cukup dengan melihatnya lewat karya seni.
Menurut pria yang akrab dipanggil Wahyu tersebut Patra Punggel memiliki bagian-bagian yang jika dipisahkan akan membentuk motif baru yang monoton, biasa disebut dengan keketusan dan diterapkan pada bagian pepalihan yang memanjang. Patra punggel memiliki banyak bagian di dalamnya yaitu diantaranya disebut dengan janggar ayam yang bentuknya melingkar, bentuk ini diambil dari tanaman pakis muda. “Ada juga yang dinamakan batu poh atau biji nangka karena bentuknya seperti biji nangka, ada pula yang disebut dengan kuping guling yang diambil dari bentuk telinga babi yang dipanggang, selanjutnya ada bentuk ampas nangka yang diambil dari bentuk dari buah nangka” katanya, Kamis (14/12). Selain itu juga ada bentuk pepusuhan yang diambil dari bentuk tunas muda dari tumbuhan yang masih muda, dan yang terakhir yaitu util atau ikut celedu yang diambil dari ekor kalajengking yang memiliki racun di ujung ekornya. Jika semua bentuk tadi dijadikan satu kesatuan maka disebut dengan patra punggel.
Eksistensi patra punggel di Bali sendiri merupakan satu bukti yang memperlihatkan besarnya antusias para budayawan dan seniman yang ada di Bali pada masa lampau. Antusias tersebut tergambarkan juga dari gagasan terciptanya karya seni yang selalu berjalan, disebabkan eksplorasi yang sedang dikerjakan berpusat dari lingkungan, sosial, pengalaman batin, alam, ataupun pengalaman kehidupan yang telah dijalani yang berhubungan dengan spriritual dan agama sebagai bukti keterikatan antara manusia dengan Tuhan.
Proses pembuatan Patra Punggel ini melewati berbagai tahapan di dalamnya. Meliputi tahapan eksplorasi, perencanaan, dan perwujudan. Pada tahapan eksplorasi berisi pencarian informasi mengenai seni kriya, patra punggel, interior ruang tamu, logam, dan kayu. Tahapan perancangan merupakan tahapan yang dibuat berdasarkan masalah yang didapat ditahapan eksplorasi. Pada tahapan ini berisi tentang desain alternatif, desain terpilih dan gambar kerja. Tahapan perwujudan dan visualisasi karya berisikan tentang alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan karya.
Dalam pembuatan karya, teknik merupakan hal yang harus diperhatikan. Teknik yang digunakan dalam pembuatan karya ini yaitu teknik kerja bangku, teknik tekan dan krawangan. Selanjutnya yaitu memotong bahan yang diperlukan seperti kayu jati belanda dan tembaga sesuai dengan desain dan gambar kerja yang telah dibuat. Jika karya sudah selesai sesuai dengan teknik dan bahan yang digunakan dilanjutkan dengan tahapan finishing. Pada tahapan ini diawali dengan melapisi permukaan kayu dengan menggunakan Mowilex Woodstain lalu dilapisi lagi dengan menggunakan clear agar karya menjadi lebih maksimal. Setelah kayu selesai finishing maka dilanjutkan ke bahan tembaga dengan cara masukkan tembaga di cairan SN lalu bilas dengan menggunakan air bersih. Jika sudah kering poles permukaan tembaga dengan menggunakan autosol yang digosok dengan menggunakan kain bekas.
Berdasarkan tahapan yang telah dilaksanakan maka terciptalah sembilan karya berupa hiasan dinding dengan judul ‘Dharma’, lampu duduk dengan judul ‘Gantari’, cermin dengan judul ‘Abirupa’, jam dinding dengan judul ‘Dakara’, figura dengan judul ‘Citra’, wadah tisu dengan judul ‘Gautama’, rak dinding dengan judul ‘Gala’, wadah permen dengan judul ‘Ratna’ dan tempat lilin dengan judul ‘Indurasmi’.
Karya ini berhasil membawa Wahyu menyelesaikan studinya pada program studi Pendidikan Kriya Fakultas Bahasa Seni dan Budaya UNY dengan indeks prestasi 3,67. Dosen pembimbing mahasiswa tersebut, Wahyono, M.Sn mengatakan karya ini keren karena mengangkat karya seni dari Bali dengan cara sederhana agar dapat dinikmati masyarakat melalui aplikasi karya dengan media kayu dan logam.